Senin, 17 Mei 2010

MUAMALAH


HUKUM IKUT MERAYAKAN PESTA, WALIMAH, HARI BAHAGIA ATAU HARI DUKA ORANG KAFIR DENGAN HAL-HAL YANG MUBAH SERTA BERTA’ZIYAH PADA MUSIBAH MEREKA

Tidak boleh memberi ucapan selamat (tahni’ah) atau ucapan belasungkawa (ta’ziyah) kepada mereka , karena hal itu berarti mamberi wala’ dan mahabbah kapada mereka. Juga dikarenakan hal tersebut mengandung arti pengagungan (penghormatan) terhadap mereka. Maka hal itu diharamkan berdasarkan larangan-larangan ini. Sebagaimana haram mengucapkan salam terlebih dahulu atau membuka jalan bagi mereka.

Ibnu Qayyim berkata, ”hendaklah berhati-hati jangan sampai terjerumus sebagaimana orang-orang bodoh, ke dalam ucapan-ucapan yang menunjukan ridha mereka terhadap agamanya. Seperti ucapan mereka, ”semoga Allah membahagiakan kamu dengan agamamu” , atau “memberkatimu dalam agamamu” , atau berkata , “semoga Allah memuliakanmu” . Kecuali jika berkata , “semoga Allah memuliakanmu dengan Islam” , atau yang senada dengan itu. Itu semua tahni’ah dengan perkara-perkara umum. Tetapi jika tahni’ah itu dengan syi’ar-syi’ar kufur yang khusus milik mereka seperti hari raya seperti hari raya dan puasa mereka , dengan mengatakan , “Selamat hari raya Natal” umpamanya atau “Berbahagialah dengan hari raya ini” atau yang senada dengan itu, maka jika yang mengucapkannya selamat dari kekufuran, dia tidak lepas dari maksiat dan keharaman. Sebab itu sama halnya dengan memberikan ucapan selamat terhadap sujud mereka terhadap salib, bahkan di sisi Allah hal itu lebih dimurkai daripada memberikan selamat atas perbuatan meminum khamr, membunuh orang atau berzina atau yang sebangsanya. Banyak sekali orang yang terjerumus dalam hal ini tanpa menyadari keburukannya. Maka barangsiapa memberikan ucapan selamat kepada seseorang yang bid’ah, maksiat ataupun kekufuran maka dia telah menantang murka Allah. Para ulama wira’i (sangat menjauhi yang makruh,apalagi yang haram), mereka senantiasa menghindari tahni’ah kepada para pemimpin dzalim atau kepada orang-orang dungu yang diangkat sebagai hakim, qadhi, dosen atau mufti, demi untuk menghindari murka Allah dan laknat-Nya.

Dari uraian tersebut jelaslah, memberi tahni’ah kepada orang-orang kafir atas hal-hal yang diperbolehkan (mubah) adalah dilarang jika mengandung makna yang menunjukan rela kepada agama mereka. Adapun memberikan tahni’ah atas hari-hari raya mereka atau syi’ar-syi’ar mereka adalah haram hukumnya dan sangat dikhawatirkan pelakunya jatuh pada kekufuran.